yang banyak dilihat

Selasa, 21 Desember 2010

titik kritis kehalalan sediaan farmasi yang menggunakan alkohol

BAB I
PENDAHULUAN
A.                   Latar Belakang
Alkohol adalah zat yang paling sering disalah gunakan manusia, alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum
Dicapai 30-90 menit. Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi.
Ada 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45% (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).
B.          Rumusan Masalah
(1)           Bagaimana penjelasan larutan alkohol ?
(2)           Bagaimana hukum penggunaan alkohol di dalam Islam?
(3)          Bagaimana titik kritis kehalalan sediaan farmasi yang menggunakan alkohol?
(4)           Apakah dampak positif dan negatif pada alkohol dalam kehidupan sehari-hari?

C.          Tujuan Pengkajian
(1)           Untuk mengetahui bagaimana penggunaan larutan alkohol dalam pembuatan sediaan farmasi.
(2)           Untuk mengetahui hukum penggunaan alkohol di dalam  Islam.
(3)           Untuk mengetahui titik kritis kehalalan sediaan farmasi yang menggunakan alkohol.
(4)           Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dalam penggunaan alkohol di kehidupan sehari-hari.

D.          Lingkup Kajian
(1)   -     Pengertian alkohol
-      Pemerian alkohol
(2)             Alkohol dalam Al-quran, Hadist dan riwayat nabi / sahabat
(3)             Titik kritis kehalalan penggunaan alkohol.
(4)             Dampak positif dan negatif dalam penggunaan alkohol di kehidupan masyarakat.

E.           Teknik Pengumpulan Data / Metode Penulisan
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam menyelesaikan makalah ini, yaitu dengan menggunakan pendekatan rasional, dimana pengumpulan data dilaksanakan melalui dan media elektronik (website).
Metode penulisan yang penulis pakai dalam menyelesaikan makalah ini adalah dengan metode deskriptif–analisis, yaitu dengan memaparkan masalah yang dikaji dan menganalisisnya lebih dalam.


BAB II
DESKRIPSI ALKOHOL

2.1  Sejarah alkohol (etanol)
Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang.
Lavoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Saussure berhasil menentukan rumus kimia etanol. Lima puluh tahun kemudian (1858), Couper mempublikasikan rumus kimia etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus kimianya.
Etanol pertama kali dibuat secara sintetik pada tahun 1826 secara terpisah oleh Henry Hennel dari Britania Raya dan S.G. Sérullas dari Perancis. Pada tahun 1828, Michael Faraday berhasil membuat etanol dari hidrasi etilena yang dikatalisis oleh asam. Proses ini mirip dengan proses sintesis etanol industri modern.
Etanol telah digunakan sebagai bahan bakar lampu di Amerika Serikat sejak tahun 1840, namun pajak yang dikenakan pada alkohol industri semasa Perang Saudara Amerika membuat penggunaannya tidak ekonomis. Pajak ini dihapuskan pada tahun 1906, dan sejak tahun 1908 otomobil Ford Model T telah dapat dijalankan menggunakan etanol. Namun, dengan adanya pelarangan minuman beralkohol pada tahun 1920, para penjual bahan bakar etanol dituduh berkomplot dengan penghasil minuman alkohol ilegal, dan bahan bakar etanol kemudian ditinggalkan penggunaannya sampai dengan akhir abad ke-20.
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.

2.2           Penjelasan tentang alkohol (etanol)
Alkohol merupakan salah satu zat kimia yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama ini kita sering identikkan alkohol dengan mabuk-mabukan. Dengan kata lain, yang terlintas di benak kita, tiap kali mendengar kata alkohol, adalah minuman keras. Padahal jika kita kaji lebih jauh, alkohol tidak selalu berkaitan dengan minuman keras. Alkohol juga dipakai untuk obat, operasi, pewangi, dan masih banyak lagi.
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

2.3           Sifat- sifat kimia alkohol        
Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan berkutat pada gugus hidroksilnya.
1.     Reaksi asam-basa
Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Ia hampir netral dalam air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding dengan pH air murni yang sebesar 7,00. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basanya, ion etoksida (CH3CH2O), dengan mereaksikannya dengan logam alkali seperti natrium:[14]
2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2
ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:
CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2.
Reaksi seperti ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air lebih asam daripada etanol, sehingga pembentukan hidroksida lebih difavoritkan daripada pembentuk etoksida.
Hukum menggunakan alkohol antiseptik. Mungkin beberapa orang masih ragu untuk menggunakan alkohol antiseptik untuk mengobati luka dan lainnya.
Pengertian Antiseptik disini adalah larutan antimikroba yang digunakan untuk mencegah infeksi, sepsis dan putrefaksi. Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan disinfektan. Antibiotik digunakan untuk membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati. Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba, dan ada pula yang hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibakterial adalah antiseptik yang hanya dapat dipakai melawan bakteri.
Di antara contoh antiseptik adalah alkohol. Ini adalah jenis antiseptik yang cukup potensial, bekerja dengan cara menggumpalkan protein yang merupakan struktur utama dari kuman sehingga kumannya mati. Alkohol antiseptik relatif aman untuk kulit. Jenis yang digunakan biasanya adalah etil alkohol atau etanol dengan konsentrasi 60-90%. Jenis alkohol lainnya adalah 1-propanol (60–70%) and 2-propanol/isopropanol (70–80%) atau bisa jadi campuran dari jenis-jenis alkohol tadi Efek sampingnya, menimbulkan rasa terbakar bila digunakan pada kulit yang terkelupas.

2.     Membedakan Antara Alkohol dan Khomr
Perlu dipahami sekali lagi, kata “alkohol” digunakan untuk mengungkapkan salah satu dari tiga hal berikut:
Pertama: Alkohol untuk senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional –OH, dan senyawanya biasa diakhiri kata alkohol atau –nol. Contohnya, kandungan alkohol dalam madu lebah adalah: benzyl alkohol, beta-methallyl alkohol, ethanol, isobutanol, 2-butanol, 2-methyl-1-butanol, 3-methyl-1-butanol, 3-methyl-1-butanol, 3-pentanol, n-butanol, n-pentanol, n-propanol, phenylethyl alkohol.
Kedua: Alkohol biasa digunakan untuk menyebut etanol (C2H5OH). Semacam yang biasa kita temui dalam parfum, antiseptik, mouthwash, deodorant, kosmetik, dsb.
Ketiga: Alkohol untuk minuman keras. Minuman ini biasa disebut minuman beralkohol (alcohol beverage) atau alkohol saja, dan sifatnya memabukkan. Di dalam minuman ini terdapat unsur etanol, namun bukan keseluruhannya.
Dari penjelasan di atas, etanol yang terdapat dalam antiseptik masuk dalam kategori yang kedua

2.4           Alkohol dalam pandangan islam
Alkohol yang jelas-jelas diharamkan adalah alkohol yang sifatnya memabukkan yaitu alkohol kategori ketiga. Dalil pengharamannya terdapat dalam Al Qur’an Al Karim. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ , إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khomr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Ma-idah: 90-91).

Yang dimaksudkan dengan khomr dalam ayat di atas dijelaskan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.

Jadi, khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan. Oleh karenanya, semua minuman keras menjadi haram dikarenakan definisi ini, baik itu bir, wiski, vodka, rhum, dan lainnya. Inilah yang jelas-jelas haramnya. Walaupun itu diminum satu tetes dan tidak menimbulkan mabuk karena sedikit, tetap dinilai haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram.

Artinya jika miras dalam jumlah banyak diminum bisa memabukkan, maka minum satu tetes saja tetap haram walaupun itu tidak memabukkan.
Sedangkan alkohol yang masuk dalam kategori pertama dan kedua tidak bisa kita katakan haram. Karena sekali lagi, illah (sebab) pelarangan khomr adalah karena memabukkan dan bukan sekedar alkohol atau etanol yang terkandung di dalamnya. Begitu pula dalam Al Qur’an dan Al Hadits tidak pernah sama sekali mengharamkan alkohol atau etanol, yang diharamkan adalah khomr.
Oleh karenanya, untuk alkohol kategori pertama dan kedua kita kembalikan ke kaedah, “Hukum asal segala sesuatu adalah halal”. Dasarnya adalah firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29).

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al A’rof: 32).

            Bahwa obat-obatan yang mengandung alkohol dengan perbandingan yang tidak melanggar syariat sesuai dengan rincian yang disebutkan, tidak boleh bagi seorang apoteker muslim untuk meracik obat yang seperti itu. Karena tidak boleh ada alkohol di rumah seorang muslim ataupun di tempat kerjanya. Haram baginya untuk membelinya atau membuatnya sendiri. Dan ini perkara yang jelas karena Rasulullah n bersabda:
لَعَنَ اللهُ فِي الْخَمْرِ عَشَرَةً…

“Allah melaknat 10 jenis orang karena khamr…”
Seorang apoteker yang hendak meracik obat dan mencampurnya dengan alkohol yang memabukkan itu, baik dengan cara membuat alkohol sendiri (dengan proses pembuatan tertentu) atau membeli alkohol yang sudah jadi, termasuk dalam salah satu dari 10 jenis orang yang dilaknat dalam hadits tersebut. Lain halnya apabila seseorang membeli obat yang sudah jadi, dengan kadar alkohol yang rendah yang tidak menjadikan banyaknya obat tersebut memabukkan, maka ini boleh.” (Kaset Silsilatul Huda wan Nur).
2.5  Memanfaatkan Benda Najis dan Haram dalam Pengobatan Hukumnya Makruh
        
Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat (khilafiyah). Ada pendapat yang mengharamkan, seperti Ibnu Qayyim Al-Jauyziyyah. Ada yang membolehkan seperti ulama Hanafiyah. Ada yang membolehkan dalam keadaan darurat, seperti Yusuf Al-Qaradhawi. Dan ada pula yang memakruhkannya. Di sini dicukupkan dengan menjelaskan pendapat yang rajih (kuat), yakni yang menyatakan bahwa berobat (at-tadaawi/al-mudaawah) dengan memanfaatkan benda najis dan haram hukumnya makruh, bukan haram.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah III/109-110 telah menjelaskan kemakruhannya, dengan jalan mengkompromikan dua kelompok hadits yang nampak bertentangan/kontradiktif (ta’arudh) dalam masalah ini. Di satu sisi, ada hadits-hadits yang melarang berobat dengan yang haram dan najis, misalnya hadits Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada apa-apa yang diharamkan.” (HR Bukhari dan Baihaqi, dan dishahihkan Ibnu Hibban). Rasulullah SAW bersabda pula,“Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Hendaklah kalian berobat, dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.”(HR Abu Dawud).
Di sisi lain, ada hadits-hadits yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram. Misalnya hadits bahwa Nabi SAW membolehkan berobat dengan meminum air kencing unta. Diriwayatkan oleh Qatadah dari Anas RA, ada satu rombongan dari dari suku ‘Ukl dan ‘Uraynah yang mendatangi Nabi SAW dan berbincang seputar agama Islam. Lalu mereka terkena penyakit perut Madinah. Kemudian Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mencari gerombolan unta dan meminum air susu dan air kencingnya… (HR Muslim) (Lihat Al-Wahidi, Asbabun Nuzul, hamisy [catatan pinggir] kitab Tafsir wa Bayan Kalimat Al-Qur`an, karya Syaikh Hasanain M. Makhluf, hal 168). Hadits ini membolehkan berobat dengan najis, sebab air kencing unta itu najis (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/110).
Dalam hadits lain dari Anas RA, bahwa Rasulullah SAW memberi keringanan (rukhsah) kepada Zubair dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain sutera karena menderita penyakit gatal-gatal. (HR Bukhari dan Muslim) (Lihat Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, I/623). Hadits membolehkan berobat dengan benda yang haram (dipakai), sebab sutera haram dipakai oleh laki-laki, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits lain dalam riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi.
Bagaimana menghadapi dua kelompok hadits yang seolah bertentangan tersebut? Di sinilah lalu Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani mengkompromikan (men-jama’) keduanya. Menurut An-Nabhani, sabda Nabi SAW untuk tidak berobat dengan yang haram (”janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram”) tidak otomatis menunjukkan keharaman, tapi sekedar menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan perbuatan (thalab tarki fi’lin). Dalam hal ini, tuntutan yang ada adalah agar tidak berobat dengan yang haram. Lalu, tuntutan ini apakah akan bersifat tegas (jazim) sehingga hukumnya haram atau tidak tegas (ghairu jazim) sehingga hukumnya makruh, masih membutuhkan dalil lain (qarinah) yang menunjukkan sifat tuntutan tersebut. Nah, dua hadits di atas yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram, oleh An-Nabhani dijadikan qarinah (petunjuk) yang memperjelas sifat tuntutan tersebut. Kesimpulannya, tuntutan tersebut adalah tuntutan yang tidak tegas, sehingga hukum syara’ yang dihasilkan adalah makruh, bukan haram (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/110).
Dengan demikian, berobat dengan suatu materi yang zatnya najis, atau zat yang haram untuk dimanfaatkan (tapi tidak najis), hukumnya adalah makruh. Dengan kata lain, memanfaatkan benda yang najis dan haram dalam rangka pengobatan, hukumnya makruh. (Patut dicatat, benda yang haram (dimanfaatkan) belum tentu najis, seperti sutera. Sedang benda najis, pasti haram dimanfaatkan).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Penjelasan Alkohol (Etanol/ etil alkohol)
3.1.1 Pengertian Alkohol
                 Cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
3.1.2 Rumus molekul
        C2H6O
3.1.3 Pemerian alkohol
                       Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 780.Mudah terbakar
3.1.4 Kelarutan
                    Bercampur dengan air,dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik.
3.1.5 Bobot Jenis
Antara 0,812 dan 0,816;lakukan penetapan pada suhu 15,56:menunjukkan antara 92,3% b/b dan 93,8% b/b atau antara 94,9% v/v dan 96,0% v/v C2H5OH.Berat molekul 46,07.
3.1.6 Titik didih dan titik leleh
Titik leleh : 114,3
Titik didih :78,4




3.2    Alkohol dalam Al-quran, Hadist dan riwayat nabi / sahabat
Alkohol merupakan salah satu zat kimia yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama ini kita sering identikkan alkohol dengan mabuk-mabukan. Dengan kata lain, yang terlintas di benak kita, tiap kali mendengar kata alkohol, adalah minuman keras. Padahal jika kita kaji lebih jauh, alkohol tidak selalu berkaitan dengan minuman keras. Alkohol juga dipakai untuk obat, operasi, pewangi, dan masih banyak lagi.
Banyak sekali pendapat mengenai alkohol ini. Bahkan para ulama banyak memperdebatkan mengenai aturan dan hukum untuk segala yg terkait dengan alkohol ini.
1.      Alkohol dan minuman
Beberapa dalil yang terkait dengan alkohol adalah: Al-Quran:
- “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,” (Al Baqarah(2):219)

- “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. — Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al Maidah (5):90-91)
- “Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya.” (Ash Shaaffaat (37):47)
Hadist:
- Aisyah r.a. berkata, “Ketika diturunkan ayat-ayat [terakhir, 3/11] dari surah al-Baqarah tentang riba, Nabi Muhammad saw keluar ke masjid. Beliau lalu membacakannya kepada orang-orang dan beliau mengharamkan berdagang khamr”

- Thariq bin Suwaid Ra bertanya kepada Nabi SAW tentang khamar (arak) dan beliau melarangnya. Lalu Thariq berkata, “Aku hanya menjadikannya campuran untuk obat.” Lalu Nabi Saw berkata lagi, “Itu bukan obat tetapi penyakit.” (HR. Ahmad)
Jika melihat dalil-dalil di atas, berarti alkohol itu haram?
Tidak semudah itu menyimpulkan demikian. Jika kita tilik dari ayat-ayat di atas, pengharaman alkohol lebih ditujukan kepada minuman beralkohol (khamr). Seberapa besar kadar (minuman) alkohol yg dilarang? Rasululloh SAW sendiri menyatakan bahwa, tidak peduli seberapa besar kadar alkohol, dia tetaplah haram untuk diminum.
Perhatikan hadist-hadist berikut :

- “Setiap yang memabukan adalah khomr dan setiap khomr adalah haram.” (HR. Muslim no. 2003 dari hadits Ibnu Umar, Bab Bayanu anna kulla muskirin khomr wa anna kulla khmr harom, Abu Daud, no. 3679).

- “Setiap yang memabukkan adalah haram.” (HR. Al-Bukhari no. 4087, 4088 bab ba’ts Mu’adz ilal yaman qobla hajjatil wada’, no. 5773,
Muslim no. 1733)
- “Dan aku melarang kalian dari segala yang memabukkan.” (HR. Abu Dawud no. 3677, bab al-’inab yu’shoru lil khomr).

- Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Umar berkhotbah di atas mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata, “Sesungguhnya telah turun (ayat) pengharaman khomr, dan khomr berasal dari lima macam, anggur, kurma, hintoh, syair, madu, dan khomr adalah apa yang menutup akal.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, 5/2122 no. 5266, Muslim, 4/2322).
Jadi, walau hanya 0,05% ataupun 0,01% maka jelaslah bahwa alkohol (khamr) dilarang untuk diminum.
2.      Alkohol dan obat
Jika kita perhatikan, saat ini banyak obat-obatan di Indonesia yang mengandung alkohol. Termasuk di dalamnya adalah obat yang diminum, seperti obat batuk. Bahwa penggunaan alkohol dalam obat-obatan (terutama obat batuk) agar si obat tidak mengental (tetap cair) dalam kondisi apapun.
Bagaimana Islam menyikapi hal ini?
Mari tinjau ulang hadist Rasululloh SAW, Thariq bin Suwaid Ra bertanya kepada Nabi Saw tentang khamar (arak) dan beliau melarangnya. Lalu Thariq berkata, “Aku hanya menjadikannya campuran untuk obat.” Lalu Nabi Saw berkata lagi, “Itu bukan obat tetapi penyakit.” (HR. Ahmad).
Dari hadits di atas, jelaslah bahwa penggunaan alkohol dalam obat-obatan pun DILARANG!. Tapi memang jika tidak ada obat lain yg bebas (tidak ada bahan) alkohol, maka kondisinya menjadi kondisi darurat, sehingga kita ‘terpaksa’ untuk mengonsumsi obat (beralkohol) tersebut. Namun, jika ada obat sejenis yang bisa tidak menggunakan alkohol, maka kita WAJIB meninggalkan obat beralkohol tersebut!
Contoh paling mudah adalah obat batuk. Saat ini ada 2 jenis obat batuk. Beralkohol dan tidak. Karena sudah ada obat batuk yg tidak beralkohol, maka kita TIDAK BOLEH mengonsumsi, karena sudah ada obat alternatif! Dengan demikian, tidak berlaku kondisi darurat.
Sementara jika alkohol digunakan untuk pengobatan luar, TIDAK ADA LARANGAN! Seperti mengobati dan membersihkan luka luar (kecelakaan atau operasi). Hingga saat ini tidak menemukan dalil larangan penggunaan alkohol untuk pengobatan luar, ataupun untuk membersihkan alat-alat operasi.





Batuk merupakan salah satu penyakit yang cukup sering dialami banyak kalangan. Sehingga batuk diidentikan sebagai reaksi fisiologik yang normal. Batuk terjadi jika saluran pernafasan kemasukan benda-benda asing atau karena produksi lendir yang berlebih. Benda asing yang sering masuk ke dalam saluran pernafasan adalah debu. Gejala sakit tertentu seperti asma dan alergi merupakan salah satu sebab kenapa batuk terjadi.
Obat batuk yang beredar di pasaran saat ini cukup beraneka ragam. Baik obat batuk berbahan kimia hingga obat batuk berbahan alami atau herbal. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari sirup, tablet, kapsul hingga serbuk (jamu). Terdapat persamaan pada semua jenis obat batuk tersebut, yaitu sama-sama mengandung bahan aktif yang berfungsi sebagai pereda batuk. Akan tetapi terdapat pula perbedaan, yaitu pada penggunaan bahan campuran/penolong. Salah satu zat yang sering terdapat dalam obat batuk jenis sirup adalah alkohol.
Temuan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar obat batuk sirup mengandung kadar alkohol. Sebagian besar produsen obat batuk baik dari dalam negeri maupun luar negeri menggunakan bahan ini dalam produknya. Beberapa produk memiliki kandungan alkohol lebih dari 1 persen dalam setiap volume kemasannya, seperti Woods, Vicks Formula 44, OBH Combi, Benadryl, Alphadryl Expectorant, Alerin, Caladryl, Eksedryl, Inadryl hingga Bisolvon.
Penggunaan alkohol dalam obat batuk merupakan polemik tersendiri, terutama di kalangan umat Islam.Menurut pendapat salah seorang pakar farmasi Drs Chilwan Pandji Apt Msc, fungsi alkohol itu sendiri adalah untuk melarutkan atau mencampur zat-zat aktif, selain sebagai pengawet agar obat lebih tahan lama. Dosen Teknologi Industri Pertanian IPB itu menambahkan, Berdasarkan penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan frekuensi batuk yang kita alami.
Sedangkan salah seorang praktisi kedokteran, dr Dewi mengatakan, Efek ketenangan akan dirasakan dari alkohol yang terdapat dalam obat batuk, yang secara tidak langsung akan menurunkan tingkat frekuensi batuknya. Akan tetapi bila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan ketergantungan pada obat tersebut. Berdasarkan informasi tersebut sebenarnya alkohol bukan satu-satunya bahan yang harus ada dalam obat batuk. Ia hanya sebagai penolong untuk ekstraksi atau pelarut saja.
Sebenarnya pada kondisi darurat, obat yang mengandung bahan haram atau najis bisa digunakan. Definisi darurat dalam pandangan fiqih adalah bilamana nyawa seseorang sudah terancam dan pada kondisi tersebut tidak ada alternatif lain yang bisa menyembuhkannya. Pandangan darurat terhadap penggunaan alkohol dalam bahan obat-obatan saat ini merupakan hal yang cukup penting. Terutama dikaitkan dengan status halal dan haramnya. Berdasarkan hasil rapat komisi fatwa pada bulan Agustus 2000 disebutkan bahwa semua jenis minuman keras haram hukumnya, segala sesuatu yang mengandung alkohol itu dilarang karena haram dan minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 persen, termasuk dalam obat-obatan, tak terkecuali obat batuk
3.      Alkohol dan parfum
Hal yang menarik adalah beberapa pertanyaan mengenai penggunaan alkohol untuk parfum (wewangian). Ulama terbagi dalam 2 kelompok, yakni yang membolehkan dan melarang penggunaan alkohol untuk parfum.
Ulama yang melarang mempunyai dalil Al Maidah (5): 90 di atas. Mereka menafsirkan “rijs” sebagai najis. Sementara dari beberapa terjemahan dan penjelasan yang saya baca, “rijs” lebih merujuk pada “kejelekan”. Dengan demikian, alkohol TIDAKLAH najis.
Untuk penggunaan alkohol dalam parfum, pendapat yang sama dengan penggunaan alkohol dalam obat. Jika memang bisa mendapatkan parfum tanpa alkohol, lebih baik menggunakan parfum tersebut, karena sifatnya lebih aman.
3.3    Titik kritis kehalalan penggunaan alkohol
Khamr ini lebih dipertegas oleh penjelasan Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW bersabda,”Diharamkannya khamr itu karena bendanya, banyak maupun sedikit. Juga (diharamkan) yang memabukkan dari setiap minuman(HR An-Nasa’i dengan sanad hasan, Sunan An-Nasa’i VIII/320-321). Ibnu Umar RA juga meriwayatkan, ketika surat An-Nisaa’ ayat 43 turun (larangan mabuk pada waktu shalat), Rasulullah SAW berkata,”Diharamkan khamr karena zatnya.” (HR Abu Dawud).
Dua hadits ini menunjukkan secara jelas bahwa khamr itu diharamkan karena zatnya itu sendiri, bukan karena ada illat tertentu. Hal ini sama dengan memakan daging babi atau bangkai, hukumnya haram bukan karena ada illat tertentu, tapi karena kedua benda itu diharamkan karena zatnya (berdasarkan nash).
Keadaan Darurat Membolehkan Yang Haram. Darurat (adh-dharurat) menurut Imam As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa an-Nazha`ir hal. 61 adalah sampainya seseorang pada batas ketika ia tidak memakan yang dilarang, ia akan binasa (mati) atau mendekati binasa. Semakna dengan ini, darurat menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah III/477 adalah keterpaksaan yang sangat mendesak yang dikhawatirkan akan menimbulkan kebinasaan/kematian (al-idhthirar al-mulji` alladzi yukhsya minhu al-halak).
Itulah definisi darurat yang membolehkan hal yang haram, sebagaimana termaktub dalam kaidah fiqih termasyhur : adh-dharuratu tubiihu al-mahzhuuraat (keadaan darurat membolehkan apa yang diharamkan) (Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, hal. 59). Kaidah itu berasal dari ayat-ayat yang membolehkan memakan yang haram seperti bangkai dan daging babi dalam kondisi terpaksa. Misalnya QS Al-Baqarah [2] : 173 dan QS Al-Maidah [5] : 3.
Contoh penerapannya, misalnya ada orang kelaparan yang tidak memperoleh makanan kecuali daging babi, atau tidak mendapat minuman kecuali khamr, maka boleh baginya memakan atau meminumnya, karena darurat.
Memanfaatkan Benda Najis Hukumnya Haram. Memanfaatkan (intifa’/isti’mal) benda-benda najis (an-najasat) adalah masalah khilafiyah. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Namun pendapat yang rajih (kuat) adalah yang mengharamkan. Dalilnya antara lain firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi dengan anak panah itu adalah rijsun (najis) termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah najis itu agar kamu mendapatkan keberuntungan…” (QS Al-Maaidah [5] : 90)
Dalam firman Allah “fajtanibuuhu” (jauhilah najis/rijsun itu) terkandung perintah untuk menjauhi rijsun yang berarti kotoran atau najis. Maka, memanfaatkan benda najis adalah haram, sebab Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menjauhi najis itu.
Maka, haram hukumnya memanfaatkan khamr, memanfaatkan kotoran binatang untuk pupuk, memanfaatkan alkohol, dan semua benda najis lainnya, sebab itu semua adalah najis yang wajib dijauhi, bukan didekati atau dimanfaatkan.Memang, dalil QS al-Maidah : 90 ini dibantah oleh sebagian fuqaha yang mengatakan bahwa kata rijsun pada ayat tersebut adalah najis secara maknawi (atau najis hukmi, yakni najis secara hukum), bukan najis dzati (atau najis aini, yakni najis secara materi/zat). Karena kata rijsun tidak hanya khabar (keterangan) bagi khamr, tetapi juga keterangan bagi perbuatan berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib, yang semuanya jelas tidak bisa disifati dengan najis dzati. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT (artinya) : “Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu” (QS Al Hajj [22] : 30). Berhala yang disebut najis pada ayat tersebut adalah najis maknawi, bukan najis dzatii. Contoh lain najis maknawi terdapat pada surat At Taubah ayat 28 (artinya) :“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis” (QS At Taubah [9] : 28). Yang dimaksud dengan najis pada ayat ini bukanlah najis dzati (tubuh) mereka, tetapi najis maknawi, yaitu aqidah yang mereka peluk adalah aqidah syirik yang harus dijauhi, sebagaimana yang dipahami oleh jumhurul fuqaha’.
Dengan demikian, menurut mereka, kata rijsun dalam surat Al Maidah 90 tersebut, adalah najis secara maknawi, bukan najis dzati. Implikasinya, khamr itu suci, bukan najis. Alkohol pun lalu adalah suci dan bukan najis. Pandangan tersebut –menurut mereka– diperkuat oleh bunyi ayat selanjutnya min ‘amal asy-syaithan (dari perbuatan syetan).. Itu berarti, yang dimaksud dengan najis (rijsun) dalam QS Al-Maidah ayat 90 adalah najis secara maknawi, bukan najis dzati (Sayyid Sabiq, Fiqhu Sunnah, I/28; Setiawan Budi Utomo, Fikih Aktual, 2003:205-206).
Hanya saja, pendapat jumhur itu (yang memandang bahwa kata rijsun dalam ayat tersebut juga mencakup najis dzati) dikuatkan oleh dalil hadits Nabi SAW : “Sesungguhnya kami (para sahabat) berada di negeri para Ahli Kitab, mereka makan babi dan minum khamr, apakah yang harus kami lakukan terhadap bejana-bejana dan periuk-periuk mereka? Rasulullah SAW menjawab,”Apabila kamu tidak menemukan lainnya, maka cucilah dengan dengan air, lalu memasaklah di dalamnya, dan minumlah.” (HR Ahmad dan Abu Dawud). Perintah untuk mencuci bejana wadah khamr dan periuk wadah daging babi itu, menunjukkan bahwa kedua benda tersebut tidak suci. Sebab, apabila suci dan tidak najis, tentu Nabi SAW tidak akan memerintahkan mencucinya dengan air.
Dalil lain, Abu Hurairah RA menceritakan bahwa ada seorang pria akan memberikan hadiah Rasulullah SAW sebuah minuman khamr, maka Rasulullah SAW berkata:

“Sesungguhnya khamr itu telah diharamkan. Laki-laki itu bertanya,”Apakah aku harus menjualnya?”, Rasulullah SAW menjawab,”Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya”. Laki-laki itu bertanya lagi,”Apakah aku harus memberikan kepada orang Yahudi?” Rasulullah menjawab,”Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan, diharamkan pula diberikan kepada orang Yahudi”. Laki-laki itu kembali bertanya,”Lalu apa yang harus saya lakukan dengannya?” Beliau menjawab,”Tumpahkanlah ke dalam selokan.” (HR Al Khumaidi dalam Musnad-nya).

 Kesimpulannya, ketika Allah berfirman dalam QS Al-Maidah : 90 yang berbunyi “fajtanibuuhu” (jauhilah najis/rijsun itu), maka itu adalah perintah untuk menjauhi rijsun (najis) yang mencakup najis dzati. Maka, memanfaatkan benda najis adalah haram, sebab Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menjauhi najis itu (Al-Baghdadi, Radd ‘Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, 1986:228).

BAB IV
PENUTUP
4.1   KESIMPULAN
1.    Alkohol merupakan salah satu zat kimia yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama ini kita sering identikkan alkohol dengan mabuk-mabukan. Dengan kata lain, yang terlintas di benak kita, tiap kali mendengar kata alkohol, adalah minuman keras.

2.    Apabila alkohol digunakan untuk pengobatan luar tubuh diperbolehkan, asal memenuhi kaidah dan persyaratan yang di tentukan.

3.    Apabila alkohol digunakan untuk obat batuk atau yang lainnya, ada batas ketentuannya yaitu 1%.

4.    Sebaiknya apapun bentuk sediaanya alkohol lebih baik jangan menjadi campuran, karena alkohol dalam islam berapapun banyaknya tetap haram.

4.2    SARAN
1.    Kita sebagai seorang farmasis islami untuk sebisa mungkin tidak menggunakan alkohol dalam pembuatan obat atau apapun.
2.    Kita harus mencari alternatif dari campuran obat, agar tidak menggunakan bahan-bahan yang di haramkan oleh agama.
3.    Sebaiknya apabila kita akan membeli obat,dilihat dulu kandungan dari obat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Husain. 1996. Mafahim Islamiyah. Juz II. Beirut : Darul Bayariq.
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1986. Radd ‘Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyyah. Sidney : Tanpa Penerbit.
———-. 1994. Babi Halal Babi Haram. Jakarta : Gema Insani Press.
Al-Maliki, Abdurrahman. 1990. Nizham Al-‘Uqubat. Beirut : Darul Ummah.
Al-Mustanier, Ahmad Labib. Tanpa Tahun. Hukum Seputar Khamr. www.islamuda.com.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 1990. Halal dan Haram Dalam Islam (Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam).
Terjemahan oleh Muammal Hamidy. Surabaya : PT Bina Ilmu
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz III (Ushul Al-Fiqh). Al-Quds : Mansyurat Hizb Al-Tahrir.
———-. 1990. An-Nizham Al-Ijtima’i fil Islam. Beirut : Darul Ummah.
———-.1994. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz I. Beirut : Darul Ummah.
———-. 2001. Nizhamul Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Mansyurat Hizb Al-Tahrir.
An-Nawawi, Imam. 2001. Syarh Matn Al-Arba’in An-Nawawiyah (Syarah Hadits Arba’in). Terjemahan oleh H. Murtadho dan Salafuddin. Solo : Al-Qowam.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. EdisiIV. Jakarta : UI Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar